blog visitors

DPD

Fungsi, Tugas & Wewenang
Sesuai dengan konstitusi, format representasi DPD-RI dibagi menjadi fungsi legislasi, pertimbangan dan pengawasan pada bidang-bidang terkait sebagaimana berikut ini.
Fungsi Legislasi
Tugas dan wewenang:
  • Dapat mengajukan rancangan undang-undang (RUU) kepada DPR
  • Ikut membahas RUU
Bidang Terkait: Otonomi daerah; Hubungan pusat dan daerah; Pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; Pengelolaan sumberdaya alam dan sumberdaya ekonomi lainnya; Perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Fungsi Pertimbangan
  • Memberikan pertimbangan kepada DPR
Fungsi Pengawasan
Tugas dan wewenang:
  • Dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang dan menyampaikan hasil pengawasannya kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
  • Menerima hasil pemeriksaan keuangan negara yang dilakukan BPK
Bidang Terkait : Otonomi daerah; Hubungan pusat dan daerah; Pembentukan dan pemekaran, serta penggabungan daerah; Pengelolaan sumberdaya alam serta sumberdaya ekonomi lainnya; Perimbangan keuangan pusat dan daerah; Pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN); Pajak, pendidikan, dan agama.
3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) adalah sebuah lembaga baru setelah adanya perubahan UUD 1945. Menurut Pasal 22C Ayat 1, anggota DPD dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum. Anggota DPD dari setiap provinsi jumlahnya sama.

Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Dengan perubahan UUD 1945 ini, dibentuk sebuah lembaga negara yang baru dan tidak dikenal dalam struktur ketatanegaraan kita sebelumnya yaitu Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Pembentukan DPD dimaksudkan untuk memberikan tempat bagi daerah-daerah menempatkan wakilnya dalam badan perwakilan tingkat nasional untuk mengakomodir dan memperjuangkan kepentingan-kepentingan daerahnya sehingga memperkuat kesatuan nasional.
Terjadi perdebatan sangat panjang soal pembentukan DPD ini. Semula ada kelompok anggota MPR yang tidak setuju adanya DPD dan menganggap sudah cukup terwakili dalam utusan daerah yang berada pada MPR seperti yang diatur dalam UUD 1945 yang asli. Pada sisi lain, terdapat usulan dari kelompok anggota lainnya yang mengusulkan pembentukan DPD dengan posisi yang sama kuat dan kewenangannya dengan DPR, yang biasa dikenal dengan sistem bikameral (sistem perwakilan dengan dua kamar) yang kuat. Setelah melalui perdebatan panjang dan pertemuan-pertemuan lobby yang lebih informal disepakatilah pembentukan DPD dengan kewenangan terbatas dan tidak sama dengan DPR. Keterwakilan anggota DPR dengan anggota DPD yang sama-sama mewakili daerah di badan perwakilan tingkat nasional mengandung beberapa perbedaan prinsip, antara lain, walaupun anggota DPR dipilih berdasarkan daerah-daerah pemilihan dari seluruh Indonesia, namun anggota-anggota DPR itu dicalonkan dan berasal dari partai politik peserta pemilu, yang dalam posisinya sebagai anggota DPR mewakili dua kepentingan sekaligus, yaitu kepentingan partai politik dan kepentingan rakyat daerah yang diwakilinya. Pada sisi lain, anggota DPD adalah berasal dari calon-calon perorangan dari daerah yang bersangkutan dan dipilih secara langsung oleh rakyat di daerah tersebut. Pada posisi yang demikian, para anggota DPD hanya akan secara murni menyuarakan kepentingan-kepentingan daerahnya, yaitu seluruh aspek yang terkait dengan daerah yang diwakilinya. Hal ini sulit akan terjadi pada anggota dari partai politik, karena di samping mewakili kepentingan daerahnya juga mewakili kepentingan partai politiknya. Di samping itu, wakil rakyat yang duduk di DPR yang berasal dari suatu partai politik dan terpilih dari suatu daerah pemilihan dapat saja berdomisili atau berasal dari daerah lain yang bisa saja tidak begitu mengenal daerah yang diwakilinya. Hal ini sangat kecil kemungkinan terjadi bagi perwakilan daerah yang duduk sebagai anggota DPD, karena mereka dipilih secara perseorangan dalam pemilu secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan.
Dalam perubahan UUD 1945 ini ditentukan dengan tegas bahwa anggota DPD dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum (Pasal 22C ayat 1), yang jumlahnya sama untuk setiap provinsi serta jumlah seluruh anggota DPD tidak lebih dari sepertiga anggota DPR (Pasal 22C ayat 2). Penegasan jumlah wakil yang sama dari setiap provinsi mengandung maksud bahwa setiap provinsi di Indonesia dipandang dan diperlakukan sama menurut UUD 1945, sekecil apapun daerah provinsi itu, karena daerah-daerah itu adalah bagian dari wilayah Indonesia yang menjadikan Indonesia bersatu. Kemudian, jumlah anggota DPD tidak lebih dari sepertiga anggota DPR dimaksudkan agar perimbangan keanggotaan MPR yang terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD tidak didominasi oleh anggota DPD. Jika tidak ada ketentuan itu, dikhawatirkan jumlah anggota MPR akan didominasi oleh anggota DPD yang sebagian besar berasal dari daerah-daerah provinsi yang kecil jumlah penduduknya karena jumlahnya yang lebih banyak. Sehingga anggota-anggota MPR yang berasal dari daerah-daerah luar Jawa akan mendominasi anggota MPR, karena jumlah anggota DPD tidak dibatasi oleh undang-undang dasar.
UUD 1945, memberikan kewenangan yang terbatas kepada DPD dalam bidang legislasi, anggaran serta pengawasan. Dalam bidang legislasi DPD hanya berwenang untuk mengajukan dan ikut membahas Rancangan Undang-undang (RUU) yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah (pasal 22D ayat 2 dan 2). Walaupun disebutkan secara limitatif kewenangan DPD untuk mengajukan dan membahas RUU-RUU tersebut, namun kewenangan itu tidak terbatas pada lima macam RUU itu saja, tetapi lebih luas dari itu yaitu segala RUU yang ada kaitannya dengan kelima jenis substansi RUU yang telah disebutkan itu. Di samping itu, DPD juga berwenang memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama (pasal 22D ayat 2). Keterlibatan DPD untuk memberikan pertimbangan dalam pembahasan RUU tersebut dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada DPD memberikan pandangan-pandangan dan pendapatnya atas RUU-RUU tersebut karena pasti berkaitan dengan kepentingan daerah-daerah. Kewenangan bidang pengawasan yang diberikan kepada DPD hanya terbatas pada pengawasan atas undang-undang yang terkait dengan jenis undang-undang yang ikut dibahas dan atau diberikan pertimbangan oleh DPD dalam pembahasannya. Hal ini dimaksudkan sebagai kesinambungan kewenangan DPD untuk mengawasi pelaksanaan berbagai RUU yang berkaitan dengan kepentingan daerah. Selain itu DPD juga diberikan kewenangan untuk memberikan pertimbangan atas pengangkatan anggota BPK (Pasal 23F ayat 1). Latar belakang pemberian kewenangan ini karena BPK itu adalah mengawasi penggunaan uang dari UU APBN yang ikut diberikan pertimbangan oleh DPD dalam pembahasannya.
Banyak orang bertanya, kenapa kewenangan yang diberikan kepada DPD adalah terbatas dan tidak disamakan dengan DPR saja. Persoalan pokok yang menjadi perdebatan dalam membahas posisi dan kewenangan DPD adalah menyangkut sistem perwakilan yang hendak dibangun dalam undang-undang dasar ini. Apakah menganut sistem perwakilan model bikameral dengan kewenangan yang sama antara dua kamar lembaga perwakilan itu atau sistem bikameral dengan kewenangan yang berbeda antara dua kamar lembaga perwakilan yang ada.
Dengan pertimbangan bahwa negara Indonesia adalah negara kesatuan dimana para anggota DPD tidak seperti senator yang mewakili negara bagian dalam sistem negara federal akan tetapi mewakili bagian-bagian daerah Indonesia maka adalah tidak tepat menempatkan DPD dalam posisi yang sangat kuat seperti itu, toh DPR juga mewakili daerah-daerah pemilihan dari seluruh Indonesia. Pada sisi lain dari kajian studi banding sistem perwakilan di berbagai negara ternyata bahwa sistem perwakilan seperti ini adalah lazim dipergunakan bahkan sebagian besar sistem perwakilan itu menggunakan sistem dua kamar yang memiliki kewenangan yang tidak sama. Menempatkan wakil-wakil daerah dalam suatu lembaga perwakilan yang secara formal sederajat dengan lembaga perwakilan dan lembaga negara yang lain pada tingkat nasional dianggap cukup untuk kepentingan daerah dan kepentingan memperkuat kesatuan nasional kita.
Apalagi sistem perawikan yang kita anut bukanlah sistem bikameral akan tetapi masih sistem unikameral karena terdiri dari tiga kamar yaitu, DPR, DPD dan MPR, dimana anggota MPR adalah terdiri dari dari anggota DPR dan anggota DPD (bukan terdiri dari DPR dan DPD). 
Makasih loh karena udah Ngebir di blog ini ( 5.0 )
 
© Ngebir | All Rights Reserved